Publikasi DTMI: Sedimentary basin ranking for an integrated CO2-based enhanced gas recovery and geothermal heat extraction from natural gas reservoirs: A case study in western Indonesia

Penulis : Vincentius Adven Brilian, Dr. Ir. Khasani, S.T., M.Eng, IPM., ASEAN Eng., Vicky R. Chandra , M. Ghassan Jazmi Shalihin, Triwening Larasati, Dorman P. Purba, Daniel W. Adityatama, M. Rizqi Al Asy’ari, Nadya Erichatama, Tracy T. Caesaria

Jurnal : Geoenergy Science and Engineering (Q1, H-Index 159), Vol. 255, 17 July 2025

DOI : https://doi.org/10.1016/j.geoen.2025.214123

Sebuah studi terbaru dari tim peneliti yang menyoroti potensi luar biasa dari cekungan sedimen gas alam yang telah habis di Indonesia bagian barat untuk digunakan kembali dalam tiga teknologi sekaligus: pemulihan gas dengan CO₂ (CO₂-enhanced gas recovery), penyimpanan karbon geologis (geological CO₂ storage), dan ekstraksi panas bumi berbasis CO₂ (CO₂-plume geothermal).

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Khasani Universitas Gadjah Mada bersama kolaborator dari PT Geoenergi Solusi Indonesia dan PT Enerka Bhumi Pratama ini merupakan yang pertama di Indonesia — bahkan di dunia — yang secara sistematis memeringkat kesesuaian sembilan cekungan sedimen gas alam di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan sekitarnya, untuk penerapan teknologi integratif berbasis CO₂.

Dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), tim mengevaluasi 12 kriteria mulai dari fluks panas permukaan, kedalaman reservoir, cadangan gas, potensi penyimpanan CO₂, hingga kesiapan infrastruktur. Hasilnya, Cekungan Kutai di Kalimantan Timur muncul sebagai lokasi paling ideal. Cekungan ini memiliki kedalaman reservoir mencapai 4.500 meter, cadangan gas sebesar 41,5 triliun kaki kubik, serta potensi penyimpanan CO₂ lebih dari 8.600 juta ton — jauh melampaui wilayah lain.

Teknologi ini tidak hanya menawarkan solusi penyimpanan karbon yang aman, tetapi juga bisa memperpanjang umur lapangan gas tua dan menghasilkan energi panas bumi ramah lingkungan.

Menariknya, integrasi ketiga teknologi ini berpotensi mengurangi emisi karbon secara signifikan dari sektor energi fosil, khususnya di Indonesia bagian barat yang menjadi penyumbang lebih dari 70% emisi CO₂ nasional.

Proyek-proyek percontohan seperti Sakakemang CCS di Sumatra Selatan dan Gundih CO₂- EGR di Jawa Timur tengah dikembangkan dan akan menjadi pionir dalam penerapan teknologi ini secara nasional. Studi ini menyediakan peta jalan yang kritis bagi pemerintah dan industri dalam menentukan prioritas pengembangan energi rendah karbon dan strategi pengurangan emisi jangka panjang.

Kontributor: Rita Yulianti, S.IP.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses