Berkompetisi di PMC 2025, Tim Magister Teknik Industri UGM Raih Juara 3

Tidak hanya mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Sarjana, mahasiswa dari Prodi Magister Teknik Industri, Departemen Teknik Mesin dan Industri (DTMI) UGM juga tidak mau kalah dalam meraih prestasi dalam perlombaan. Tim yang terdiri dari Erlina, Jogi Pohandi, Vannencia Magdalena, dan Ihza Yusuf Amirul Umam meraih juara 3 dalam ”Project Management Challenge (PMC) 2025” yang diselenggarakan oleh Project Management Institute Indonesia. PMC membuka pendaftaran lomba tersebut pada 9 April 2025 dan tim peserta yang lolos ke final mempresentasikan hasil pekerjaannya pada 13-15 Juni 2025 di Universitas Islam Indonesia dan Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. ”PMC tahun ini dilaksakan di Jogja,” tutur Erlina. PMC 2025 merupakan agenda yang diadakan dengan scope Asia Pasifik, dengan semua finalis berasal dari Indonesia.

Sesuai dengan tema PMC 2025, ”Empowered Local Economies: Cultivating Cultural Growth for a Sustainable Future”, tim Magister Teknik Industri UGM Menyusun sebuah project dengan judul “GAMELAN: Gathering of Authentic Minds Empowering Local Arts & Networks in Yogyakarta”. Dalam project yang disusun oleh tim Magister Teknik Industri, topik yang diangkat adalah pembuatan aplikasi untuk mempertemukan antara pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan tenaga pendidik. “Jadi kasus kami itu untuk UMKM yang membutuhkan orang untuk support usaha nya, jadi semisal mereka mau membuat packaging baru tapi tidak tahu caranya, nanti mereka taruh di aplikasi kita dan kerja sama dengan akademia,” papar Erlina. Dalam aplikasi tersebut, terdapat 3 fitur: marketing, kolaborasi UMKM dengan akademia, serta sistem gamifikasi untuk memberi reward agar menarik orang untuk menggunakan aplikasi.

Proses perjuangan tim dimulai dari pendaftaran dan penyerahan abstrak, kemudian setelah abstrak yang diserahkan lolos seleksi, tim diminta mengumpulkan Mini Project Management Plan (MPMP). “Dari situ nanti dipilih 10, untuk masuk final,” tutur Erlina. Pada babak final, tim peserta mempresentasikan project yang dibawakan, serta presentasi hasil case study yang diperoleh dari field trip ke Kotagede, Yogyakarta. ”Kami diajak field trip, kemudian dari situ apa yang bisa dibuat project, kita usulkan ide full hingga detail-detailnya untuk melaksanakan projek tersebut, seperti scheduling, budgeting, lalu dipresentasikan,” tambahnya. Dalam setiap tahapan kompetisi ini, menurut Erlina, tim peserta diberi jangka waktu dan milestone masing-masing sebelum kemudian menginjak babak final.  Oleh karena kompetisi PMC 2025 berfokus pada project management, maka konsep bukan menjadi fokus penilaian utama. ”Lebih ke bagaimana scheduling, budgeting, oke atau tidak, lalu sama boundariesnya, include dan excludenya harus jelas, KPI (Key Performance Indicators), dan acceptance criteria, jadi bagaimana kita bawa project itu biar jalan,” papar Erlina.

Dengan tipe lomba yang dikerjakan dalam sebuah tim, tentu memerlukan pembagian tugas yang tepat. Oleh karena itu, tim Magister Teknik Industri juga melakukan pembagian tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing anggotanya. ”Misal ada yang pintar desain, nanti dia yang tugas desain, ada yang bisa budgeting, dia yang menyusun budgeting, begitu,” ujar Erlina. Pengerjaan untuk project diberi waktu oleh panitia selama 2 bulan, dan untuk case study selama 1 malam. “Setelah pulang field trip, kami diberi waktu sampai pukul 6 pagi esoknya untuk mengumpulkan hasil case study berupa MPMP,” tuturnya. Oleh karena pelaksanaan pembuatan case study dekat dengan waktu pelaksanaan UAS, maka tim menyusun strategi untuk membagi penugasan sebelum field trip untuk efisiensi waktu dan tenaga. Dikarenakan pelaksanaan lomba PMC bersamaan dengan pelaksaan UAS sehingga akan sangat membantu jika materi yang akan diujikan dalam UAS sudah dipahami sebelum mengikuti lomba. “Kalau ada yang tidak dipahami, langsung tanyakan (ke dosen), jadi pas hari-H UAS tidak blong sama sekali, tinggal mereview dan menghafal materi yang akan diujikan saja,” jelas Erlina. Pengerjaan dari PMC 2025 tidak dihadapi oleh tim peserta sendiri, namun juga dengan dibimbing oleh Hilya Mudrika Arini, Ph.D. dan Sinta Rahmawidya Sulistyo, Ph.D. sebagai dosen pendamping. ”Misal untuk presentasi dan MPMP kita sudah membuat dahulu, baru kita tanyakan ke dosen apakah oke atau tidak,” tutur Erlina.

Tantangan dalam lomba ini, menurut Erlina adalah bagaimana menyesuaikan presentasi dengan preferensi juri. ”Kita ada 2 kali presentasi, project kita dan case study. Untuk presentasi project, kita membawakannya secara menarik dan bukan bersifat teknis, ternyata jurinya lebih suka dengan yang bersifat teknis, jadi presentasi case study langsung kita rombak supaya sifatnya teknis,” paparnya. Perombakan itu, menurut Erlina, menjadi poin plus bagi juri karena timnya dinilai bersedia untuk menerima masukan juri.

Erlina menyatakan bahwa dengan mengikuti lomba, lebih mudah baginya untuk memahami aplikasi perkuliahan di kehidupan nyata. ”Kita jadi latihan untuk merancang proyek dengan kasus real,” tuturnya. Bagi mahasiswa yang juga ingin mengikuti lomba, Erlina menyarankan untuk memperhatikan aspek teknis dari lomba yang diikuti. ”Benar-benar dilihat toolsnya, semisal di Business Plan ada apa saja toolsnya. Jadi teknisnya ”berteori”,” tuturnya. Demi memperkaya karya lomba, Erlina mendorong mahasiswa untuk menambah tools yang digunakan agar karyanya lebih baik. ”Jadi tetap cari yang lebih advanced,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses