Dhanang Sulistio Aji Gagas Inovasi Thermal Management untuk Baterai EV Lewat Sistem Immersion Cooling

Mahasiswa Program Magister Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin dan Industri (DTMI) UGM, Dhanang Sulistio Aji telah menyelesaikan pengerjaan tesisnya melalui tuntasnya Ujian Tesis yang terlaksana pada Rabu (16/07), bertempat di Ruang Sidang A-3 DTMI UGM. Tesisnya yang berjudul ”Studi Eksperimental Sistem Pendingin Baterai Listrik Berbasis Immersion Cooling dengan Menggunakan Fluida Dielektrik” telah diujikan di hadapan tim penguji yang beranggotakan Robertus Dhimas Dhewangga Putra, S.T., M.Eng., Ph.D. selaku Ketua, Prastowo Murti, S.Si., M.Eng., Ph.D. sebagai Penguji 1, Dr. Hifni Mukhtar Ariyadi, S.T., M.Sc. sebagai Penguji 2, dan Ir. Indro Pranoto, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM., ASEAN Eng. sebagai Penguji 3.

Dhanang memaparkan bahwa dalam upaya mendukung pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle / EV) yang lebih aman dan efisien, sebuah penelitian dilakukan untuk mengevaluasi performa sistem pendingin baterai berbasis immersion cooling dengan menggunakan fluida dielektrik. Penelitian ini menyoroti pentingnya pengelolaan suhu baterai lithium-ion (Li-ion), yang banyak digunakan dalam EV karena densitas energi tinggi dan umur pakai yang panjang. Namun, performa optimal baterai ini hanya tercapai dalam rentang suhu 25–40 °C. ”Ketidakefisienan sistem manajemen termal (Battery Thermal Management System / BTMS) dapat menyebabkan penurunan performa dan kapasitas, serta meningkatkan risiko thermal runaway,” ungkapnya.

Penelitian ini menguji dua jenis baterai, yakni LFP 18650 dan NMC 18650, yang dicelupkan ke dalam dua jenis fluida dielektrik: HFE 7100 berbasis hydrofluoroether dan SF33 berbasis hydrofluoroolefin. Uji dilakukan dengan variasi laju aliran fluida (0,25 LPM, 0,50 LPM, dan 0,75 LPM) dan laju pengosongan (C-rate), menggunakan fasilitas immersion cooling test. Parameter yang dianalisis meliputi distribusi temperatur, temperatur rata-rata, koefisien perpindahan panas (heat transfer coefficient), energi terserap, dan penurunan tekanan (pressure drop).

Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi laju aliran fluida, semakin rendah temperatur rata-rata baterai, namun peningkatan aliran di atas 0,50 LPM justru menimbulkan pressure drop signifikan tanpa peningkatan performa perpindahan panas yang proporsional. Untuk baterai LFP 18650, heat transfer coefficient tertinggi tercapai pada 0,75 LPM sebesar 232,86 W/m²·K, sementara baterai NMC 18650 mencapai 334,12 W/m²·K pada kondisi yang sama.

Fluida SF33 menunjukkan performa pendinginan yang lebih unggul dibanding HFE 7100. Temperatur rata-rata akhir untuk baterai NMC 18650 adalah 32,70 °C menggunakan SF33 dan 33,10 °C menggunakan HFE 7100. Sedangkan untuk baterai LFP 18650, temperatur akhir masing-masing sebesar 29,80 °C dan 31,53 °C pada discharge rate 3C.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pendinginan imersi menggunakan fluida dielektrik, khususnya SF33, dapat menjadi solusi efektif untuk menjaga kestabilan suhu baterai, meningkatkan efisiensi sistem pendingin, serta menurunkan risiko keselamatan pada EV. ”Inovasi ini membuka peluang penerapan teknologi thermal management yang lebih baik di masa depan bagi kendaraan listrik,” tutur Dhanang.

Kontributor: Andhes Puspitalina, S.Hut.
Penyusun: Gusti Purbo Darpitojati, S.I.Kom.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses