Arsip:

Kerjasama

Bangun Kolaborasi Antar Universitas, UGM dan Gaziantep Üniversitesi Turki, Prof. Bertha Maya Sopha Laksanakan Program Erasmus+ Teaching Mobility

Gaziantep, Turki — Prof. Bertha Maya Sopha baru saja menyelesaikan program mobilitas dosen di Industrial Engineering Department, Gaziantep Üniversitesi, Turki, dalam kurun waktu 10-14 Juni 2025, sebagai bagian dari Program Erasmus+ Teaching Mobility 2024-2025. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pendidikan dan merumuskan rencana kerja kolaborasi di bidang pendidikan dan penelitian, khususnya dalam bidang Teknik Industri (Supply Chain Engineering). Program ini juga memfasilitasi benchmarking praktik terbaik dalam pengelolaan pendidikan tinggi.

Selama pelaksanaan program tersebut, Prof. Bertha melaksanakan berbagai kegiatan strategis, antara lain: (1) melakukan observasi dan diskusi mendalam dengan pimpinan departemen dan universitas terkait pengelolaan program internasional dan membahas peluang kolaborasi pendidikan seperti mobilitas mahasiswa dan joint supervision. Temuan dari kegiatan ini diharapkan dapat menjadi rencana untuk peningkatan program global antara kedua institusi. (2) memberikan kuliah kepada mahasiswa Teknik Industri dengan topik Suppy Chain Engineering khususnya dalam konteks operasi kemanusiaan, yang membahas konsep dasar, mendemonstrasikan metode pemodelan agent-based modelling and simulation pada kasus evakuasi dan pengiriman bantuan pada bencana erupsi, dan membahas isu terkini serta tren ke depan. Kuliah ini mendorong pemikiran kritis, pemahaman global mahasiswa, dan ketrampilan dalam pemodelan sistem rantai pasok dan logistik dalam bidang Humanitarian Supply Chain and Logistics. (3) mengikuti presentasi project mahasiswa terkait implementasi sistem produksi pada industri-industri di Turki. (4) pertemuan dengan dosen-dosen untuk menjajaki kemungkinan kolaborasi riset bersama dan potensi sumber pendanaan. Selain itu, diskusi juga membahas rencana kolaborasi mendatang dalam bentuk joint supervision mahasiswa doktoral. Inisiatif ini diharapkan menghasilkan proyek riset kolaboratif antara kedua institusi. (5) joint publication publikasi ilmiah pada jurnal internasional bereputasi terkait penggunaan drone dan machine learning dalam konteks humanitarian supply chain and logistics.

“Program Erasmus+ Teaching Mobility mendukung pengembangan profesional staf akademik melalui pengalaman mengajar di luar negeri, selain itu, program ini memperluas pemahaman lintas budaya dan sistem pendidikan. ” jelasnya. Inisiatif ini juga mendorong kemitraan kelembagaan, membuka jalan bagi pengembangan program akademik bersama dan pertukaran dosen/mahasiswa antara Indonesia dan Turki. Kunjungan Prof. Bertha menjadi tonggak penting dalam memperkuat kerja sama berkelanjutan antara dua institusi, serta membuka peluang baru untuk inovasi dalam pengembangan akademik dan penelitian.

Kunjungan Prof. Deendarlianto ke MIT REAP Bawakan Oleh-oleh Kesepakatan Kolaborasi Riset dan Kiat Pengembangan Inovasi Mahasiswa

Inovasi, Riset, dan Kolaborasi, tiga kata kunci tersebut adalah sedikit dari banyak faktor yang dapat mewujudkan suksesnya pendidikan dari institusi perguruan tinggi. UGM, terkhusus Departemen Teknik Mesin dan Industri (DTMI), telah lama mewujudnyatakan tiga kata kunci tersebut dalam penyelenggaraan pendidikannya, baik dalam taraf nasional maupun internasional. Guna menjaga semangat tersebut, Prof. Deendarlianto, dosen DTMI UGM, beserta dengan Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D. dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (DTSL) dan 5 orang delegasi lain dari Indonesia yang terdiri dari venture capital (lembaga yang menyediakan pendanaan kepada perusahaan rintisan (startup) atau perusahaan kecil yang memiliki potensi pertumbuhan besar dan cepat – red.), industri, dan entrepreneur melaksanakan kunjungan ke Massachusetts Institute of Technology (MIT) Sloan School of Management di Amerika Serikat dalam rangka berpartisipasi dalam sebuah inisiatif bertajuk MIT Regional Entrepreneurship Accelerations Program (MIT REAP). Secara umum, Prof. Deendarlianto menuturkan bahwa kunjungannya ke sana memberikan insight bahwa perguruan tinggi harus bekerja berdasarkana deep tech. ”Artinya inovasi dan pengembangan teknologi harus berdasarkan strong R & D program, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan lebih banyak, produk akan bertahan lebih lama di market, yang kemudian akan memberi impact yang besar kepada society,” tuturnya.

Berangkat pada awal Juni 2025, Prof. Deendarlianto dan delegasi Indonesia lainnya mengikuti workshop selama 2 hari. “Banyak hal kami pelajari, seperti bagaimana mempercepat inovasi, entrepreneurship, menjadmin funding riset yang sustainable, itu satu. Yang kedua, UGM ingin ada kolaborasi riset dan akademik dengan MIT,” jelasnya. Prof. Deendarlianto menambahkan bahwa sebelum kunjungan ini, ia sudah melakukan kontak dengan beberapa koleganya di MIT. ”Alhamdulillah tanggapannya positif dan saya sudah mendapat pesan dari senior staff dari Prof. Evelyn Wang (salah satu akademisi di MIT – red.) bahwa mereka setuju untuk berkolaborasi dan menunggu follow up dari kita,” ujarnya. Selain mengikuti workshop, delegasi dari Indonesia juga melaksanakan tur laboratorium di MIT serta melakukan diskusi perihal akademik serta kemungkinan-kemungkinan kolaborasi yang dapat dibangun antara UGM dan MIT.

Program MIT REAP memiliki tujuan agar dalam semua proses pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi tidak hanya mendorong mahasiswa menjadi sarjana, namun juga agar mahasiswa lebih inovatif. ”Diharapkan bahwa setelah mereka lulus, inovasi yang dibangun bersama dalam proses pembelajaran bersama dosennya akan ada proses hilirisasi setelah lulus. Hal tersebut tentu akan didukung oleh venture capital, seperti di Innovative Academy UGM yang mendorong mahasiswa untuk memiliki jiwa entrepreneurship,” tutur Prof. Deendarlianto.

Mengenai dasar dari UGM untuk berkolaborasi dengan MIT, Prof. Deendarlianto menyatakan bahwa sebuah pendidikan, riset, dan pembangunan startup yang berdampak harus dimulai dari kebutuhan. ”Jika selama ini kolaborasi datang dari luar dengan menawarkan project, kalau sekarang tidak,” tuturnya. Sebelum keberangkatan ke MIT, Prof. Deendarlianto dan para peneliti dari UGM, termasuk dari Fakultas Teknik dan MIPA serta 17 perwakilan industri melaksanakan pertemuan di gedung Pancabrata Prof. Herman Johannes – Engineering Research and Innovation Center (ERIC) Fakultas Teknik UGM untuk membahas 3 topik, yaitu energi, pangan dan alat kesehatan, dan AI (Artificial Intelligence/Kecerdasan Buatan – red.) untuk kehidupan sehari-hari. ”Masing-masing peneliti membangun roadmap riset yang dibangun berdasar kebutuhan industri, dan industri yang dituju harus support riset itu, bisa jadi support pendanaan atau menjadi offtaker dari inovasi. Itulah yang akan kita kolaborasikan dengan MIT,” jelas Prof. Deendarlianto. Kolaborasi tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Prof. Deendarlianto, jika berjalan dengan baik akan memberikan dampak baik bukan hanya kepada hilir, namun juga kepada UGM. ”Kita tahu bahwa MIT reputasinya sangat kuat, dengan menyandang peringkat pertama untuk semua bidang, sehingga publikasi yang nanti dihasilkan akan lebih berdampak, sitasinya akan banyak, dan rank UGM akan naik,” tuturnya. Untuk Teknik Mesin, topik yang diangkat sebagai potensi kolaborasi adalah pengembangan hidrogen, metal fuel, manufaktur, dan sistem pendinginan sebagai komponen Nawacita Pembangunan Nasional dan bagian dari strong knowledge Teknik Mesin, serta telah disusun berdasarkan kebutuhan industri masa depan. ”Industrinya juga telah committed untuk kerja sama, seperti untuk hidrogen kita kerja sama dengan PLN dan Pertamina, metal fuel dengan Pertamina, dan manufaktur dengan berbagai industri,” tutur Prof. Deendarlianto. Apabila sinkronisasi topik, pendanaan, dan mature agreement telah berjalan dengan baik, menurut Prof. Deendarlianto, kolaborasi akan mencapai tahap running dalam 6 bulan ke depan.

Berkaca dari pengalamannya selama mengikuti MIT REAP, Prof. Deendarlianto optimis bahwa hal yang serupa dapat diterapkan di UGM. ”Untuk di Teknik Mesin, kurikulum kita sangat menarik dan unik. Kita punya Proyek Desain 1, Proyek Desain 2, dan Proyek Kompetisi yang adalah kompetisi inovasi mahasiswa berdasarkan mata kuliah yang telah didapatkan. Di dalamnya terdapat konsep desain, market demand, detail engineering design, sampai manufaktur produknya. Jika selama ini dalam Proyek Desain 1, Proyek Desain 2, dan Proyek Kompetisi mahasiswa mendapatkan nilai, di MIT ada inovasi lagi dari Proyek Desain 1 dan 2, sehingga inovasi mereka terus mendapatkan improvement, dan ketika mereka lulus, universitas menawarkan apakah inovasi mahasiswa yang nilai ekonominya bagus akan dibangun startup atau tidak. Nantinya universitas akan menghubungkan dengan venture capital untuk pendanaan dan strateginya, sehingga mahasiswa memperoleh share, universitas juga mendapatkan share,” paparnya. Dengan iklim yang diciptakan MIT tersebut, setiap tahun ada 15 startup yang dihasilkan oleh unit inovasinya yang dalam beberapa tahun dapat menjadi unicorn startup dan meningkatkan angka alumni MIT yang terjun ke dunia startup. ”Universitas memiliki tanggung jawab, bukan hanya sekadar mendidik anak sebagai the best talent for new generation, tetapi juga membentuk generasi yang lebih agile, siap bertarung, inovatif, yang semuanya dimulai dari kurikulum, sehingga komunikasi kurikulum yang baik antara dosen dan mahasiswa sangat diperlukan,” tutur Prof. Deendarlianto. Selain itu, dalam menghadapi kompetisi tingkat dunia, Prof. Deendarlianto menegaskan bahwa akademisi dari berbagai perguruan tinggi perlu untuk berkolaborasi dan menjadikan institusi unggul dengan karya, reputasi, dan membawa industri serta pendanaan internasional untuk mendukung program-program kampus. ”Setiap program yang DTMI laksanakan, banyak mahasiswa yang dilibatkan. Harapan saya, dengan MIT nanti mahsiswa yang terlibat akan kita perbanyak, baik untuk riset maupun entrepreneurship,” pungkasnya.

Jajaki Kerja Sama, DTMI UGM Terima Kunjungan Akademisi Amerika Serikat

Riset-riset yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Industri (DTMI) UGM telah banyak yang menembus dan memperoleh pengakuan dunia, dan dalam menghasilkan riset-riset berkelas dunia, civitas DTMI UGM banyak berkolaborasi dengan dosen, mahasiswa, dan peneliti mancanegara dari berbagai perguruan tinggi di seluruh penjuru dunia.

Salah satu dosen DTMI UGM, Prof. Deendarlianto, sudah tidak asing lagi namanya dalam penelitian dan kerja sama riset taraf internasional. Oleh karena semangat risetnya yang terus menggelora, Prof. Deendarlianto menerima kunjungan para dosen dan mahasiswa yang datang dari berbagai perguruan tinggi di Amerika Serikat, yang terlaksana pada Selasa (10/06) bertempat di Laboratorium Mekanika Fluida DTMI UGM. Rombongan tamu tersebut terdiri dari Magaly Koch, dosen utama Boston University Institute for Global Sustainability (IGS); Sucharita Gopal, dosen Department of Earth & Environment di Boston University dan research affiliate di 5 pusat studi di universitas tersebut serta dosen utama Boston University Institute for Global Sustainability (IGS); Christine Regalla, Lektor Kepala di School of Earth and Sustainability; dan diikuti oleh para mahasiswa program Doktoral dan Magister dari berbagai universitas, seperti Carnegie Mellon University, Colorado School of Mines, North Carolina State University, Boston University, University of Colorado Boulder, University of North Carolina at Chapel Hill, University of Washington Seattle Campus, University of Puerto Rico Mayaguez, dan University of Georgia. Prof. Deendarlianto menuturkan bahwa tujuan dari kehadiran rombongan periset dari Amerika Serikat tersebut adalah untuk memberikan atmosfer akademik baru bagi mahasiswa Magister dan Doktoral Teknik Mesin UGM serta menjajaki kemungkinan joint research antar grup dan publikasi. ”Kita propose tentang the future of Indonesia yang mereka kembangkan. Mereka ingin tahu juga kita punya riset hidrogen, green dan white yang dikembangkan oleh Teknik Mesin dan Teknik Geologi, dengan kaitan sustainability yang Prof. Alva (Prof. Alva Edy Tontowi, dosen DTMI UGM – red.) kembangkan,” tuturnya.

Dalam pertemuan ini, Prof Deendarlianto memberikan presentasi mengenai riset green hydrogen, skenario mengenai pengembangan energi hidrogen oleh pemerintah, proses dalam menghasilkan green hydrogen, dasar permasalahan perlunya ada riset mengenai hidrogen, serta peran UGM dalam riset hidrogen. ”UGM mengajukan proposal mengenai terminologi dari hidrogen, dan riset yang dilakukan juga mencakup ranah legalitas dan teknis,” paparnya. Dalam menjajaki potensi kerja sama dengan UGM, Prof. Gopal menyatakan bahwa pihaknya perlu untuk mengetahui riset apa saja yang ada di UGM, peraturan, dan mitigasinya. ”Kita akan perlu banyak berdiskusi,” tuturnya. Setelah presentasi usai diberikan, mahasiswa dan dosen tamu diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menjadi diskusi.

Gandeng Media, UGM dan Deakin University Dorong Penguatan Komunikasi Kebijakan Perubahan Iklim

Kampanye mitigasi perubahan iklim kepada seluruh lapisan masyarakat memerlukan dukungan media dalam memperkuat komunikasi publik yang inklusif dan efektif. Pendekatan yang adaptif dan relevan secara lokal menjadi kunci, terlebih di wilayah pedesaan yang rentan terhadap dampak iklim. Indonesia sendiri telah memulai langkah ini melalui Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) 2014 yang menekankan pentingnya sosialisasi dan peningkatan kesadaran publik atas perubahan iklim dan dampaknya.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Republik Indonesia, Nezar Patria, mengatakan isu perubahan iklim membutuhkan respons berbasis bukti dengan tingkat urgensi tinggi, bukan sekadar menunggu konsensus ilmiah yang absolut. Ia menyampaikan bahwa perubahan iklim merupakan isu yang membutuhkan tindakan berbasis bukti kuat dan urgensi tinggi, alih-alih menunggu semua fakta ilmiah benar-benar mutlak. Namun demikian, Nezar juga menyoroti tantangan di tingkat praktik, di mana sebagian besar jurnalis merupakan generalis yang harus menangani isu perubahan iklim yang kompleks. “Jurnalis sangat membantu menjembatani kesenjangan komunikasi antara ilmuwan dan media,” ujar Wakil Menteri dalam workshop CONNECT! #8 bertema ‘Media Communication on Climate Change Policies’. Kegiatan ini berlangsung di Smart Green Learning Center (SGLC) Fakultas Teknik pada Selasa (3/6).

Direktur Kemitraan dan Relasi Global (DKRG)UGM, Prof. Puji Astuti, mengatakan KONEKSI bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada mendorong penguatan komunikasi media serta membuka ruang kolaborasi lintas sektor antara peneliti, pemerintah, mitra pembangunan, dan praktisi, khususnya dalam membahas hasil penelitian bersama UGM dan Deakin University yang melibatkan 14 peneliti dari Indonesia dan Australia. “Kerja sama ini bertujuan memperkuat kemitraan antar lembaga untuk menghasilkan kebijakan dan teknologi yang inklusif dan berkelanjutan,” tuturnya.

Puji menambahkan kerja sama antara perguruan tinggi dari dua negara dengan media ini merupakan wujud nyata diplomasi pendidikan antar bangsa, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap komunikasi kebijakan iklim. “Kami berupaya memahami bagaimana masyarakat, khususnya di pedesaan, menerima, memroses, dan mempercayai informasi terkait kebijakan iklim, serta bagaimana kita bisa membangun kepercayaan publik melalui komunikasi yang inklusif dan berbasis data,” ungkap Puji.

Minister Counsellor for Governance and Human Development dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia, Tim Stapleton, turut menyampaikan bahwa kerja sama Indonesia dan Australia terus berkembang untuk mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satunya melalui kerja sama riset antara UGM dan Deakin University yang akan meningkatkan pembelajaran dua arah antar negara dalam menanggulangi masalah perubahan iklim. Penelitian bersama ini berfokus pada peningkatan komunikasi media untuk membangun ketahanan masyarakat pedesaan terhadap dampak perubahan iklim, sekaligus meningkatkan kapasitas publik dalam menilai informasi yang tersedia dan berpartisipasi dalam kebijakan yang relevan. “Membangun ketahanan di masyarakat pedesaan yang berisiko melalui peningkatan komunikasi media tentang kebijakan perubahan iklim menjadi titik berat riset yang didanai oleh KONEKSI,” tuturnya.

Direktur Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wahyu Marjaka, menekankan pentingnya partisipasi berbagai pihak untuk menyampaikan pesan iklim secara merata. “Kita perlu memastikan keterlibatan aktif dari berbagai pemangku kepentingan agar informasi tentang iklim dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, termasuk di daerah terpencil,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY, Kusno Wibowo, yang menyatakan bahwa sinergi lintas sektor sangat dibutuhkan agar komunikasi iklim tidak berhenti di tingkat wacana. Menurutnya, pemerintah daerah memiliki peran strategis untuk menjembatani kebijakan nasional dan kebutuhan masyarakat di lapangan. Sementara itu, Prof. Greg Barton dari Deakin University Indonesia Campus menggarisbawahi bahwa niat baik masyarakat untuk menjaga lingkungan tidak selalu disertai pemahaman yang cukup tentang perubahan iklim. “Sering kali, masyarakat Indonesia memiliki niat baik tetapi kurang informasi, dan ini bisa menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan,” jelas Barton.

Hasil riset kolaboratif juga dipaparkan oleh Dr. Anna Klas dari Deakin University, yang menjelaskan perbedaan karakteristik pelaporan media tentang iklim di Indonesia dan Australia, terutama dalam konteks masyarakat pedesaan. Ia menyampaikan bahwa hasil risetnya telah mengembangkan alat berbasis AI multibahasa untuk menyediakan informasi yang mudah diakses dan akurat di wilayah-wilayah berisiko. Sedangkan dari perspektif media, Chief AI & Corporate Strategy Kumparan.com, Andrias Ekoyuono, menekankan perlunya kolaborasi antara pembuat kebijakan, masyarakat, dan pelaku bisnis untuk membangun narasi perubahan iklim yang kredibel. “Kami di Kumparan berupaya memastikan akses informasi yang lebih baik tentang perubahan iklim, dan kuncinya adalah kolaborasi lintas sektor,” tegasnya.

Sebagai universitas yang berkomitmen pada nilai kerakyatan, kemandirian, dan keberlanjutan, UGM secara konsisten mengedepankan peran ilmu pengetahuan dan kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan global berbasis pada solusi nyata dan aplikatif. Dalam konteks perubahan iklim, UGM tidak hanya memproduksi pengetahuan, tetapi juga aktif membangun jejaring kerja sama dengan mitra di dalam dan luar negeri untuk memperkuat kapasitas masyarakat, khususnya di wilayah rentan, agar mampu beradaptasi dan berdaya dalam menghadapi dampak iklim secara berkelanjutan di tingkat lokal maupun global.

Source: https://ugm.ac.id/id/berita/gandeng-media-ugm-dan-deakin-university-dorong-penguatan-komunikasi-kebijakan-perubahan-iklim/

Teknik Industri UGM dan Universitas Trisakti Perkuat Kemitraan dengan Pelaksanaan Kunjungan

Program Studi (Prodi) Teknik Industri, Departemen Teknik Mesin dan Industri (DTMI) UGM menerima kunjungan dari Prodi Teknik Industri Universitas Trisakti pada Rabu (26/02), bertempat di Ruang Sidang A-2 DTMI UGM. Tim dari Universitas Trisakti disambut oleh Ketua Program Studi (Kaprodi) Sarjana Teknik Industri UGM Dr. Eng. Ir. Titis Wijayanto, S.T., M.Des., IPM., ASEAN Eng., Sekretaris Prodi (Sekprodi) Sarjana Teknik Industri UGM Ir. Hilya Mudrika Arini, S.T., M.Sc., M.Phil., Ph.D., IPM., ASEAN Eng., dan Kaprodi Doktor Teknik Industri UGM Prof. Ir. Nur Aini Masruroh, ST., M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng.. Tamu dari Universitas Trisakti yang melakukan kunjungan adalah Kaprodi Doktor Teknik Industri Prof. Parwadi Moengin, Ph.D., Sekprodi Doktor Teknik Industri Dr. Ir. Iveline Anne Marrie, M.T., Kaprodi Sarjana Teknik Industri Dr. Ir. Rina Fitriana, S.T., MM, IPM., Sekprodi Sarjana Teknik Industri Dr. Dian Mardi Safitri, S.T., M.T., dan Tenaga Kependidikan Administrasi Doktor Teknik Industri Elisabeth Sara CR, S.Sn..

Dalam sambutannya, Dr. Titis Wijayanto menyampaikan selamat datang dan terima kasih kepada tim Universitas Trisakti atas kunjungan ke DTMI UGM. ”Semoga kunjungan kali ini dapat memberikan manfaat,” tuturnya. Senada dengan itu, Prof. Parwadi juga mengucapkan terima kasih atas sambutan yang diberikan oleh DTMI UGM, terkhusus Prodi Teknik Industri. ”Kunjungan ini merupakan salah satu bagian dari roadshow kami yang sudah berjalan dari hari Senin dan kunjungan ke UGM menjadi lokasi kunjungan kami yang terakhir di area DIY-Jateng,” tuturnya. Prof. Parwadi juga berharap bahwa melalui diskusi yang dilakukan pada kunjungan ini, tim dari Universitas Trisakti dapat memperoleh informasi yang bermanfaat untuk pengembangan prodi.

Pemaparan dari Prodi Sarjana dan Doktor Teknik Industri UGM yang disampaikan oleh Dr. Titis Wijayanto dan Prof. Nur Aini Masruroh berjalan secara dinamis, dengan beberapa informasi mengenai kurikulum, peraturan dekan, capstone project, dan pengelolaan prodi menjadi topik diskusi. Pertukaran informasi dan wawasan juga berjalan dengan baik antara kedua prodi. Setelah diskusi selesai, tim Universitas Trisakti diajak untuk mengunjungi Laboratorium Supply Chains and Logistics serta Ruang Residensi mahasiswa Program Doktor Teknik Industri UGM.

Kunjungan ini menjadi sebuah wujud nyata komitmen DTMI UGM untuk melaksanakan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama dalam membangun kemitraan guna mencapai tujuan departemen.

DTMI UGM Bangun Kemitraan dengan University of Dundee melalui Batik Project

Sebagai wujud nyata dari komitmen Departemen Teknik Mesin dan Industri (DTMI) UGM untuk mengembangkan dan menjaga kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi di kancah nasional maupun internasional bersama dengan Fakultas Teknik (FT) UGM, dosen DTMI, Ir. Andi Sudiarso, S.T., M.T., M.Sc., Ph.D., IPM., menerima kunjungan dosen dan mahasiswa Program Studi (Prodi) Art & Design, Duncan of Jordanstone College of Art & Design, University of Dundee (UoD), Scotland, UK di workshop Batik Butimo. Kunjungan dari UoD ini terlaksana pada Selasa (25/02). Kunjungan ke Batik Butimo ini merupakan salah satu kegiatan yang termasuk di dalam “Batik Project” yang diinisiasi oleh UoD berkolaborasi dengan UGM.  

Dr. Andi Sudiarso menjelaskan bahwa sebelum menuju ke Butimo, mahasiswa dan dosen dari UoD telah terlebih dahulu memperoleh materi yang dipaparkan oleh Dr. Andi Sudiarso, Prof. Dr. Ir. Edia Rahayuningsih, MS., IPU., dan Prof. Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc., IPU. pada Senin (24/02) bertempat di Ruang Multimedia Gedung Kantor Pusat UGM. “Kami memberikan teori mengenai filosofi batik, pewarnaan alami, dan detail proses membatik karena mahasiswa dan dosen dari Dundee belum pernah sama sekali membuat batik, sehingga pemberian teori ini agar mereka tidak kaget,” tuturnya. Pemaparan teori yang dilaksanakan sebelum tamu dari UoD praktik pada hari Selasa juga dibarengi dengan demo membatik. Demo membatik mencakup 3 jenis proses membatik yang akan dipraktikkan, yaitu batik tulis, batik cap, dan mesin batik. “Untuk batik tulis dan cap, pembatik memeragakan cara memegang alatnya dan cara mengaplikasikan ke atas kain, sedangkan untuk batik digital, didemokan cara menggunakan laman web batik40.id (Batik 4.0 – red), mencakup memilih desain, warna, pembayaran, dan tracking order,” tambah Dr. Andi. Khusus batik digital, Dr. Andi menegaskan bahwa oleh karena batik adalah kerajinan tangan, maka mesin hanya membantu untuk memudahkan proses awalannya, sedangkan proses finishing tetap manual. “Desain yang tadinya menggunakan kertas, dengan mesin batik, maka bisa menggunakan perangkat lunak desain,” ujarnya. Setelah pemaparan materi di hari Senin selesai, dosen dan mahasiswa UoD diberi tugas untuk membuat akun di laman Batik 4.0 agar dapat digunakan pada hari Selasa.

Pada praktik di hari Selasa di workshop Butimo, karena dalam satu hari mahasiswa dan dosen UoD harus membuat 3 jenis batik sekaligus, maka dilakukan penyesuaian ukuran kain yang digunakan dan dibagi ke dalam 3 kelompok. “Kain yang digunakan diperkecil menjadi ukuran 38 cm x 38 cm. Untuk proses membatik, karena batik digital membutuhkan waktu lebih lama, maka batik digital didahulukan pengerjaannya,” tutur Dr. Andi. Proses dimulai dengan pemilihan desain di laman web Batik 4.0 dengan tanpa memilih warna karena pewarnaan akan dilaksanakan di tempat lain. Setelah desain dipilih dan diunggah ke cloud, tim control room akan mengunduh desain dan mencetak menggunakan mesin batik. “Selagi menunggu proses pencetakan, 3 kelompok secara bergantian melaksanakan proses batik tulis, batik cap, dan tur pabrik Butimo, galeri batik klowong (batik setengah jadi – red.), dan toko batik Butimo,” papar Dr. Andi. Sebelum melaksanakan praktik membatik tulis dan cap, demo kembali diberikan, dengan tambahan imbauan safety dalam membatik. Kendala bahasa dalam demo dapat diatasi dengan bantuan mahasiswa program Magister dan Doktor untuk menjadi penerjemah. Workshop di Butimo selesai pada pukul 16.00, setelah itu rombongan UoD melakukan countryside tour dan belanja di toko batik Butimo.

Setelah kunjungan UoD ke Yogyakarta, UGM juga akan mengirimkan 3 perwakilan dosen untuk melakukan supervisi follow up setelah pelatihan di Yogyakarta ke UoD. Supervisi ke UoD berkenaan dengan proyek pembuatan desain batik. “Supervisi dilaksanakan selama kurang lebih seminggu untuk membantu mahasiswa dalam proses pembuatan desain batik, dan bahkan akan dinilai juga untuk mencari desain terbaik,” papar Dr. Andi. Dr. Andi menyatakan bahwa Butimo terbuka untuk kolaborasi dalam memproduksi batik. “Kami mengusulkan untuk desain batik khas Eropa dari UoD, kemudian produksi dilakukan di Butimo, dan hasilnya dapat dipasarkan di Skotlandia maupun negara lain,” tuturnya. Untuk keberlanjutan dari kegiatan workshop dan proyek ini, Dr. Andi menyatakan sudah ada usulan untuk kembali mengadakan kegiatan serupa dengan mengirimkan tim mahasiswa yang berbeda, yang nantinya akan didiskusikan lebih lanjut oleh kedua universitas.

Bryony Mary Inglis, salah satu mahasiswa peserta workshop, menyatakan bahwa melalui workshop ini, ia memperoleh wawasan mengenai teknik produksi tekstil yang berbeda dari negara yang berbeda dari negaranya dan juga mengenai kebudayaan di Yogyakarta. “Mungkin workshop mendatang bisa ditambah materi menenun yang tentu berbeda dengan teknik membatik,” tuturnya. Sekembalinya ke Dundee, Inglis berencana untuk mengambil konsentrasi di universitasnya berdasar ide-ide yang diperoleh dari kunjungan ini. Dr. Frances Stevenson, Senior Lecturer sekaligus praktisi tekstil di Duncan of Jordanstone College of Art & Design, University of Dundee, menyatakan bahwa kampus akan mengembangkan pewarnaan alami dan eco printing untuk diterapkan di perkuliahan. “Kami akan memberi kesempatan mahasiswa untuk mengembangkan keilmuannya di bidang pewarnaan alami dan eco printing. Kami juga akan mengembangkan kemitraan dengan UGM serta melaksanakan sharing research untuk topik eco textile, yang nanti mungkin hasilnya akan dapat diterapkan pada produsen di Skotlandia,” tuturnya.

Batik Project merupakan sebuah kegiatan kuliah lapangan yang didanai oleh pemerintah Skotlandia untuk mahasiswa dan dosen University of Dundee bisa belajar mengenai batik ke Indonesia, terkhusus Yogyakarta. Selain Batik Butimo, rombongan University of Dundee juga mengunjungi Gamaindigo dan Dowa Bag and Factory. Dr. Andi berharap agar follow up dari Batik Project ini akan banyak berupa produk riil. “Dengan adanya produk riil yang dipasarkan dan dikenakan di luar negeri, maka batik akan semakin tersebar luas ke dunia dan segala bentuk keuntungannya akan dirasakan oleh masyarakat,” pungkasnya.