Arsip:

Publikasi

Publikasi DTMI: Comparison of “Rose, Aeroleaf, and Tulip” vertical axis wind turbines (VAWTs) and their characteristics for alternative electricity generation in urban and rural areas

Penulis : Ariyana Dwiputra Nugraha (1); RENDIANTO AGINTA (2); Ardi Wiranata, S.T., M. Eng., Ph.D (3) ; ADRIYAN C SITANGGANG (4); Eko Supriyanto (5); Fefria Tanbar (6); Ir. Muhammad Akhsin Muflikhun, S.T., MSME., Ph.D (7)

Results in Engineering (SJR Q1), terbit Maret 2025

DOI : https://doi.org/10.1016/j.rineng.2024.103885

Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Results in Engineering mengungkapkan bahwa desain turbin angin vertikal (Vertical Axis Wind Turbine/VAWT) model Rose menunjukkan kinerja paling unggul dibandingkan dengan model Aeroleaf dan Tulip. Studi ini dilakukan oleh tim peneliti dari PLN Research Institute dan Universitas Gadjah Mada yang meneliti efisiensi tiga model turbin untuk aplikasi pembangkitan listrik alternatif di lingkungan perkotaan dan pedesaan.

Penelitian ini didasarkan pada kebutuhan akan energi bersih untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Indonesia memiliki potensi energi angin yang signifikan, mencapai 154,9 GW, yang dapat dimanfaatkan melalui pengembangan turbin angin kecil di wilayah perkotaan maupun pedesaan.

Turbin Rose, yang dirancang dengan bentuk menyerupai kelopak bunga, dibuat menggunakan teknologi manufaktur aditif (additive manufacturing). Model ini kemudian diuji secara numerik dan dibandingkan dengan turbin Aeroleaf, yang sering digunakan dalam konsep

“pohon angin” di Eropa, serta turbin Tulip, yang telah dioptimalkan untuk mengurangi efek turbulensi.

Penelitian ini menggunakan pemodelan Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk menganalisis performa turbin pada kecepatan angin 3 m/s, 6 m/s, dan 9 m/s. Hasilnya menunjukkan bahwa Rose memiliki efisiensi daya tertinggi di antara ketiga model. Pada kecepatan angin 9 m/s, Rose mampu menghasilkan daya 2,34 W, lebih tinggi dibandingkan dengan Aeroleaf (2,27 W) dan Tulip (1,76 W).

Selain itu, turbin Rose menunjukkan stabilitas putaran yang lebih baik dengan tip speed ratio (TSR) sebesar 0,79 pada kecepatan 3 m/s. TSR yang stabil ini membantu meningkatkan efisiensi dalam mengubah energi angin menjadi daya listrik.

Pengujian eksperimental juga dilakukan dengan memasang turbin pada generator listrik dan mengamati intensitas cahaya LED yang dihasilkan. Turbin Rose mampu menghasilkan pencahayaan LED yang lebih terang dan stabil dibandingkan dua model lainnya, membuktikan bahwa daya listrik yang dihasilkan lebih besar.

Selain performa teknis, penelitian ini juga menganalisis Energy Payback Period (EPP), yaitu waktu yang dibutuhkan turbin untuk menghasilkan energi setara dengan energi yang digunakan dalam pembuatannya. Turbin Rose memiliki EPP paling rendah, terutama pada kecepatan angin 9 m/s dengan nilai 0,402, yang berarti lebih cepat mencapai titik impas dibandingkan dengan Aeroleaf (0,419) dan Tulip (0,541).

Dengan hasil ini, turbin Rose dinilai sebagai solusi terbaik untuk pembangkitan listrik berbasis energi angin di lingkungan perkotaan dan pedesaan. Efisiensinya yang tinggi pada kecepatan angin rendah hingga menengah membuatnya ideal untuk diaplikasikan di wilayah dengan potensi angin sedang, seperti pesisir dan daerah padat bangunan. Studi ini membuka peluang bagi pengembangan teknologi VAWT yang lebih optimal untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan, baik untuk skala kecil maupun besar. Dengan implementasi yang tepat, turbin Rose dapat menjadi langkah maju dalam transisi energi bersih di Indonesia dan dunia.

Kontributor: Rita Yulianti, S.IP.

Publikasi DTMI: Synergistic effects of acetylation treatment and acetylated cellulose nanofibers onmechanical and thermal characteristics of epoxy/ unidirectional acetylated sisal fabriccomposites

Penulis : Romi Sukmawan (1); Prof. Dr. Ir. Kusmono, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng.(2); Ir. M.
Waziz Wildan, M.Sc., Ph.D., IPU (3)

Journal of Materials Research and Technology (SJR Q1), terbit Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.1016/j.jmrt.2025.01.147

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Materials Research and Technology ini menjelaskan bagaimana perlakuan asetilasi pada serat sisal dan penggunaan nanofiber selulosa asetilasi (ACNF) secara sinergis meningkatkan karakteristik mekanis dan termal komposit epoksi.

Studi ini dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada, yakni Romi Sukmawan, Prof. Kusmono, dan Dr. Muhammad Waziz Wildan. Mereka meneliti bagaimana kombinasi serat sisal yang telah diasetilasi dan tambahan nanofiber selulosa asetilasi mampu meningkatkan kekuatan tarik, kelenturan, dan ketahanan terhadap benturan dari komposit berbasis epoksi.

“Penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana kombinasi serat alam dan nanopartikel yang berkelanjutan dan ramah lingkungan sebagai pengganti serat sintetis yang dapat meningkatkan performa komposit hibrid yang memiliki potensial besar untuk aplikasi otomotif,” ujar Prof. Kusmono, penulis koresponden penelitian ini.

Peningkatan Sifat Mekanik dan Termal
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa penambahan 0,5 wt% ACNF ke dalam matriks epoksi yang telah diperkuat dengan serat sisal asetilasi menghasilkan peningkatan kekuatan tarik sebesar 331%, kelenturan 118%, dan ketahanan benturan 265% dibandingkan dengan epoksi murni. Pengamatan menggunakan FE-SEM menunjukkan bahwa perlakuan asetilasi pada serat dan keberadaan ACNF membantu meningkatkan ikatan antarmuka antara matriks dan serat.

Selain meningkatkan sifat mekanis, penelitian ini juga menemukan bahwa penambahan ACNF sedikit meningkatkan stabilitas termal komposit. Analisis TGAmenunjukkan peningkatan suhu degradasi awal pada komposit yang mengandung ACNF dibandingkan dengan epoksi murni.

Aplikasi di Industri Otomotif
Komposit berbasis serat alam semakin mendapat perhatian sebagai alternatif yang ramah lingkungan sebagai pengganti serat sintetis dalam berbagai industri. Dengan peningkatan sifat mekanis dan termal yang signifikan, komposit hibrida epoksi-sisal dengan ACNF ini berpotensi untuk diaplikasikan dalam komponen otomotif non-struktural dan semi-struktural, seperti panel pintu, panel sunroof, headliner, dan lantai bagasi.

Studi ini menambah wawasan penting dalam rekayasa material berkelanjutan, dan membuka peluang pengembangan material berbasis serat alam untuk aplikasi yang lebih luas di masa depan.

Kontributor: Rita Yulianti, S.IP.

Publikasi DTMI: Comparative Study of Integral Image and Normalized Cross-Correlation Methods for Defect Detection on Batik Klowong Fabric

Penulis : Denny Sukma Eka A. (1); Dr.Eng. Ir. Sunu Wibirama, S.T., M.Eng., IPM. (2); Ir. Muhammad Kusumawan Herliansyah, S.T., M.T., Ph.D., IPU., ASEAN Eng. (3); Ir. Andi Sudiarso, S.T., M.T., M.Sc., Ph.D., IPM., ASEAN Eng. (4)


Results in Engineering (SJR Q1), terbit Maret 2025

DOI: https://doi.org/10.1016/j.rineng.2025.104124

Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Results in Engineering menyoroti pendekatan baru dalam deteksi cacat pada kain klowong batik. Penelitian ini membandingkan dua metode utama, yakni integral image dan normalized cross-correlation (NCC), dalam upaya mengembangkan sistem inspeksi otomatis yang lebih efisien dan akurat untuk industri batik.

Klowong batik, merupakan salah satu tahapan dalam proses pembuatan batik tulis, memainkan peran penting dalam menjaga kualitas dan keaslian batik tulis. Hingga saat ini, inspeksi kualitas kain batik masih banyak mengandalkan pemeriksaan manual yang rentan terhadap ketidakkonsistenan dan kesalahan manusia. Oleh karena itu, diperlukan solusi berbasis teknologi yang dapat mengotomatisasi proses inspeksi ini guna meningkatkan efisiensi dan akurasi.

Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas Gadjah Mada dan Universitas Telkom ini mengembangkan sistem deteksi cacat berbasis adaptive thresholding dengan fokus pada kanal warna merah. Pengujian dilakukan dengan mengukur false positive rate (FPR), sensitivity rate (SER), dan accuracy rate (ACR) untuk membandingkan kedua metode tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode integral image memiliki keunggulan signifikan dibandingkan metode NCC. Integral image mampu menghasilkan FPR sebesar 1,92%, sensitivitas 86,18%, dan akurasi 96,82%, dengan waktu pemrosesan hanya 1,019 detik. Sebagai perbandingan, metode NCC membutuhkan waktu pemrosesan 6,116 detik. Hal ini menunjukkan efisiensi yang lebih baik dari metode integral image dalam mendeteksi cacat pada kain klowong batik. Contoh hasil segmentasi ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Hasil Segmentasi pada Saluran Warna Merah (a) Cacat Klowong; (b) Ground
Truth
; (c) Integral Image Binary Output; (d) NCC Binary Output

Dampak bagi Industri Batik

Temuan ini memberikan manfaat besar bagi industri batik, terutama bagi usaha kecil dan menengah yang mengadopsi teknologi pada proses produksinya. Implementasi sistem inspeksi otomatis berbasis integral image dapat meningkatkan efisiensi produksi, mengurangi biaya operasional, serta mempertahankan kualitas dalam pembuatan klowong batik. Selain itu, temuan ini juga berkontribusi terhadap pelestarian warisan budaya Indonesia dengan mengadopsi teknologi yang mendukung produksi batik yang lebih efisien.

Dengan adanya temuan ini, para pelaku industri batik diharapkan dapat memanfaatkan metode berbasis vision ini guna meningkatkan efisiensi produksi dan menjaga kualitas produk batik. Ke depan, pengembangan sistem deteksi ini dapat diperluas dengan integrasi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan kemampuan deteksi lebih lanjut serta membangun kemampuan self-repair pada proses produksi batik tulis berbasis teknologi.

Kontributor: Rita Yulianti, S.IP.

Publikasi DTMI: Advanced surface characterization of silver dots grown by vertical vapor phase growth method

Penulis : RELA ADI HIMAROSA (1); Prof. Gesang Nugroho, ST., MT., Ph.D. (2); Tadas Matijosius (3); Dr. Ir. Arif Kusumawanto, M.T., IPU. (4); Burhan Febrinawarta, S.T., M.T. (5); Ir. Muhammad Akhsin Muflikhun, S.T., MSME., Ph.D (6)


Materials Letters (SJR Q2, H-index 172)

Doi : https://doi.org/10.1016/j.matlet.2025.138005

Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada dan mitra internasional telah berhasil mengembangkan teknik canggih untuk memproduksi dan mengoptimalkan sifat permukaan partikel perak (silver dots) menggunakan metode Vertical Vapor Phase Growth (VVPG). Penelitian ini menyajikan analisis mendalam terhadap morfologi dan tekstur permukaan silver dots yang dihasilkan.

Dalam penelitian tersebut, perak murni didepositkan pada tabung kuarsa melalui proses VVPG, di mana kondisi vakum dan pemanasan pada suhu tinggi (1273,15 K) selama enam jam memainkan peranan penting. Teknik ini menghasilkan transformasi partikel perak yang awalnya tidak teratur menjadi bentuk yang lebih halus dan bulat melalui mekanisme spheroidization dan Ostwald ripening. Analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy-Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS) menunjukkan bahwa partikel yang telah diproses memiliki distribusi ukuran yang homogen serta adhesi yang kuat pada substrat kuarsa.

Lebih lanjut, studi karakterisasi permukaan dilakukan dengan mengukur kekasaran (roughness) menggunakan rekonstruksi 3D. Hasilnya, peta ketinggian permukaan menunjukkan variasi hingga 65,42 µm dengan nilai Rz (selisih ketinggian maksimum) berkisar antara 2,04 µm hingga 9,20 µm pada area yang berbeda. Pada pengamatan dengan perbesaran lebih tinggi (2000x), fitur permukaan yang lebih halus terungkap dengan nilai Rz yang lebih rendah, mengindikasikan bahwa distribusi ukuran partikel sangat memengaruhi tekstur akhir permukaan.

Peneliti juga melakukan analisis Fourier Transform Infrared (FTIR) untuk mendeteksi gugus fungsional pada permukaan, yang mengonfirmasi adanya interaksi antara lapisan perak dan substrat silika. Hasil tersebut menegaskan kemampuan metode VVPG dalam menghasilkan silver dots dengan kemurnian tinggi dan karakteristik permukaan yang dapat dikontrol secara presisi.

Dr. Muhammad Akhsin Muflikhun, salah satu peneliti utama, menyatakan, “Pendekatan ini membuka peluang untuk mengaplikasikan silver dots dalam berbagai bidang, seperti pembuatan permukaan antimikroba, perangkat medis, dan komponen elektronik presisi. Optimasi sifat permukaan yang kami capai melalui VVPG sangat penting untuk meningkatkan kinerja material dalam aplikasi tersebut.”

Temuan ini tidak hanya menunjukkan kemajuan signifikan dalam sintesis nanomaterial, tetapi juga menyediakan dasar ilmiah untuk pengembangan teknologi baru yang mengandalkan sifat permukaan material dengan kontrol yang sangat presisi. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong kolaborasi lebih lanjut antara dunia akademik dan industri untuk mengimplementasikan teknologi silver dots dalam produk-produk inovatif di masa depan.

Artikel lengkap : https://ugm.id/silverdots

Kontributor: Rita Yulianti, S.IP.

Publikasi DTMI: Characterization of three-dimensional printed hydroxyapatite/collagen composite slurry

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh peneliti dari Departemen Teknik Mesin dan Industri UGM berkolaborasi dengan peneliti dari  Badan Tenaga Nuklir Nasional telah mengungkap karakteristik komposit hidroksiapatit/kolagen yang dicetak menggunakan teknologi cetak tiga dimensi (3D Printing). Temuan ini berpotensi besar dalam pengembangan bahan biomaterial untuk rekonstruksi tulang manusia.

Dalam studi yang dipublikasikan di Materials Chemistry and Physics, para peneliti menggunakan hidroksiapatit (HA) dan kolagen sebagai bahan utama untuk membuat scaffold tulang buatan. Bahan ini dipilih karena memiliki sifat biomimetik yang menyerupai struktur tulang alami.

Pembuatan scaffold dilakukan dengan metode cetak 3D berbasis direct ink writing (DIW), memungkinkan pembuatan struktur pori yang menyerupai jaringan tulang manusia. Filamen komposit dicetak dengan kecepatan 10 mm/menit dan tinggi lapisan 0,5 mm.

Untuk memahami sifat material, berbagai uji dilakukan, termasuk:

  • Scanning Electron Microscope (SEM): Mengungkap bahwa lapisan yang dicetak memiliki ikatan yang kuat dan struktur berpori.
  • Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR): Menunjukkan keberadaan gugus fungsi khas hidroksiapatit dan kolagen.
  • X-ray Diffraction (XRD): Mengindikasikan tingkat kristalinitas 41% yang mendukung osteokonduktivitas.
  • Energy Dispersive X-ray (EDX): Mengukur rasio Ca/P sebesar 1,77, yang penting untuk regenerasi tulang.
  • Thermogravimetric Analysis (TGA): Mengidentifikasi tiga tahap degradasi material, dengan total kehilangan massa sebesar 6,675% pada suhu hingga 1000°C.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa material komposit hidroksiapatit/kolagen memiliki potensi untuk digunakan dalam rekayasa jaringan tulang. Dengan struktur yang menyerupai tulang asli dan kompatibilitas biologis yang baik, material ini berpotensi besar dalam bidang kedokteran regeneratif.

Ke depan dengan perkembangan teknologi cetak 3D yang semakin canggih, inovasi ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam penanganan cedera tulang yang kompleks.

Penulis : Nurbaiti (1); Ir. Muhammad Kusumawan Herliansyah, S.T., M.T.,Ph.D., IPU., ASEAN Eng. (2) ; Prof. Ir. Alva Edy Tontowi, M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng. (3); Maria G. Widiastuti (4); Hendri Van Hoten (5); Dian Pribadi Perkasa (6)

Materials Chemistry and Physics (SJR Q1, h-index 177)

doi : 10.1016/j.matchemphys.2024.130047 terbit 1 Januari 2025

Artikel lengkap : https://ugm.id/3dHA

Kontributor: Rita Yulianti, S.I.P.
Editor: Gusti Purbo Darpitojati, S.I.Kom.